Senin, 23 Desember 2013

Kaulinan Barudak Sunda

Kaulinan Barudak Sunda

Oleh Octaviani Hidayahti Maulida

sumber gambar: www.google.com

Di era teknologi canggih kini, telah banyak permainan anak tempo dulu yang hampir hilang dari wajah asli Indonesia. Tentunya sudah banyak permainan tradisional khas daerah yang sudah jarang dimainkan anak zaman sekarang. Ditengah maraknya penggunaan teknologi canggih dan mindset “gak jaman” akhirnya satu persatu kekayaan budaya negeri ini dari segi permainan anak nya memudar. Dengan itu, saya akan mengangkat permainan anak dari salah satu suku di Indonesia tepatnya permainan anak yang berasal dari suku sunda atau biasa dibilang dengan Kaulinan barudak sunda.

sumber gambar: www.google.com

Kaulinan barudak sunda sebenarnya bukan permainan yang hanya sekedar untuk bersenang-senang saja, tetapi juga merupakan bagian dari ethno pendagogik dan pendidikan budi pekerti yang didalamnya terdapat pembelajaran kedisiplinan, kepercayaan diri, kehidupan bersama, kepekaan sosial, bahkan yang terpenting adalah adanya pendidikan akhlak dan budaya.

Syair dalam kaulinan barudak sunda banyak yang menjelaskan tentang kekayaan alam beserta isinya yang merupakan cipatan Tuhan. Selain itu, kaulinan barudak sunda juga mengandung muatan seni tari, musik, teater, olahraga dan sejarah. Berkut beberapa macam kaulinan barudak sunda yang kaya akan unsur imajinasi, kerjasama, dan pertemanan yang berfungsi sebagai media pembentuk kepedulian sosial, kepekaan sosial serta kecerdasan bagi anak:

Pertama,  Jejangkungan, permainan ini dimainkan dengan sepasang galah (atau biasa dikenal dengan tongkat) yang terbuat dari kayu atau bambu. Tumpuan untuk pijakan kaki dibuat pada ketinggian 30-60 cm dari ujung bawah tongkat. Beberapa pemain dapat serentak memainkannya secara bersama. Bisa juga digabungkan dengan jenis permainan yang lain seperti misalnya sepak bola. Jika ada pemain yang jatuh dari jejangkungan, maka pemain tersebut dinyatakan kalah. Jejangkungan dikenal dalam beberapa suku lain di Indonesia dengan nama egrang.

Kedua, Paciwit-ciwit lutung merupakan permainan yang melibatkan 3-4 orang anak. Setiap pemainnya berusaha saling mencubit atau nyiwit punggung tanggan diurutan teratas sambil melantunkan nyanyian yang berbunyi “paciwit-ciwit lutung.. si lutung pindah ka tungtung.. paciwit-ciwit lutung.. si lutung pindah ka tungtung..”. biasa dilakukan di malam hari, untuk kesenangan dan pembelajaran budaya sunda dengan bernyanyi.

Ketiga, Gatrik adalah permainan anak sunda yang dimainkan oleh dua orang atau dua regu yang beranggotakan beberapa orang. Alat yang dimainkan merupakan tongkat pemukul yang terbuat dari kayu sepanjang seperempat tongkat pemukul.

Empat, Sondah atau biasa dikenal dengan Taplak, dimainkan oleh orang yang tak terbatas. Namun, permainan yang satu ini biasa dimainkan oleh anak-anak perempuan saja. Dengan menggunakan pecahan dari keramik atau batu datar, gambar berupa kotak-kotak kecil yang berbetuk seperti pesawat terbang itu permainan tersebut dapat menjadi seru. Dalam bermain sondah, pemain bisa bergrup maupun individu.


sumber gambar: www.google.com


Masih banyak kaulinan barudak sunda yang hampir sulit ditemukan seperti dulu lagi. Sebagai penerus bangsa, seharusnya kita ikut melestarikan dan membantu para budayawan Indonesia dalam melestarikan kekayaan budaya negeri dengan terus mengenalkan permainan-permainan tradisional kepada tunas-tunas negeri ini. Jangan sampai penerus bangsa ini tak kenal dengan permainan-permainan tradisional karena terpengaruh oleh arus budaya asing. 

13 komentar:

  1. tetap jaga budaya itu sebelum dicolong negri tetangga

    BalasHapus
  2. bagus...
    menambah wawasan mengenai permainan tradisional yang patut untuk dilestarikan,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. umi jangan lupa buat promosi juga ke temen2 yang di afrika ya ^^

      Hapus
  3. apa peran anda untuk melestarikan permainan tsb?

    BalasHapus
    Balasan
    1. membuat artikel ini lalu share ke beberapa media sosial :)

      Hapus
  4. permainan tradisional indonesia memang mengasyikan sekaligus murah meriah,tetapi kenapa ditinggalkan begitu saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. karena anak di jaman sekarang tidak pernah di kenalkan dengan para leluhurnya.. termasuk kita mungkin, apa mbak Dwi Okta pernah memeragakan permainan ini depan anak2 kecil jaman sekarang?

      Hapus
  5. jadi inget masa kecil, tapi sekarang jamannya ponakan ku sdah gak ada :(

    BalasHapus
  6. Sudah jarang liat permainan ini lagi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena sudah jarang yang memainkannya hahaha

      Hapus